Selasa, 08 Oktober 2013

Makalah ISTISHNA'

ISTISHNA’

Di Ajukan  Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Desain Kontrak

 





stain-3





JURUSAN  SYARIAH
PRODI PERBANKAN SYARIAH
KELAS : 5-A
Disusun Oleh Kelompok I :
1.      Azzifathur Roifah                                  3223113021
2.      Denny Ardianto                                     3223113025
3.      Desi Laela Sari                                       3223113026
4.      Dian Sri Rahayu                                     3223113028
5.      Elfira Khusma Fairuz                             3223113031

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) TULUNGAGUNG
OKTOBER 2013

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Akad istishna’ merupakan produk lembaga keuangan syariah, sehingga jual beli ini dapat dilakukan di lembaga keuangan syariah. Semua lembaga keuangan syariah memberlakukan produk ini sebagai jasa untuk nasabah, selain memberikan keuntungan kepada produsen juga memberikan keuntungan kepada konsumen atau pemesan yang memesan barang. Sehingga lembaga keuangan syariah menjadi pihak intermediasi dalam hal ini.
Dalam perkembangannya, ternyata akad istishna lebih mungkin banyak digunakan di lembaga keuangan syariah dari pada salam. Hal ini disebabkan karena barang yang dipesan oleh nasabahatau konsumen lebih banyak barang yang belum jadi dan perlu dibuatkan terlebih dahulu dibandingkan dengan barang yang sudah jadi.  Secara sosiologis barang yang sudah jadi telah banyak tersedia di pasaran, sehingga tidak perlu dipesan terlebih dahulu pada saat hendak membelinya. Oleh karena itu pembiayaan yang mengimplementasikan istishna’ bisa menjadi salah satu solusi untuk mengantisipasi masalah pengadaan barang yang belum tersedia.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Pengertian istishna’
2.      Apa saja dasar hukum istisna
3.      Hak dan kewajiban para pihak istishna’
4.      Ilustrasi dialog
5.      Isi kontrak istishna’
C.    TUJUAN
1.      Mengetahui pengertian istishna’
2.      Mengetahui dasar hukum istishna’
3.      Mengetahui hak dan kewajiban para pihak istishna’
4.      Mengerti bagaimana dialog beristishna’
5.      Mengetahui isi kontrak istishna’

BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN ISTISHNA’
Istishna' (استصناع) adalah bentuk ism mashdar dari kata dasar istashna'a-yastashni'u (اتصنع - يستصنع). Artinya meminta orang lain untuk membuatkan sesuatu untuknya. Dikatakan : istashna'a fulan baitan, meminta seseorang untuk membuatkan rumah untuknya.[1][1]
Sedangkan menurut sebagian kalangan ulama dari mazhab Hanafi, istishna' adalah (عقد على مبيع في الذمة شرط فيه العمل). Artinya, sebuah akad untuk sesuatu yang tertanggung dengan syarat mengerjakaannya. Sehingga bila seseorang berkata kepada orang lain yang punya keahlian dalam membuat sesuatu,"Buatkan untuk aku sesuatu dengan harga sekian dirham", dan orang itu menerimanya, maka akad istishna' telah terjadi dalam pandangan mazhab ini.[2][2]
Senada dengan definisi di atas, kalangan ulama mazhab Hambali menyebutkan (بيع سلعة ليست عنده على وجه غير السلم). Maknanya adalah jual-beli barang yang tidak (belum) dimilikinya yang tidak termasuk akad salam. Dalam hal ini akad istishna' mereka samakan dengan jual-beli dengan pembuatan (بيع بالصنعة).[3][3]
Namun kalangan Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah mengaitkan akad istishna' ini dengan akad salam. Sehingga definisinya juga terkait, yaitu (الشيء المسلم للغير من الصناعات), yaitu suatu barang yang diserahkan kepada orang lain dengan cara membuatnya. [4][4]
Jadi secara sederhana, istishna'  boleh disebut sebagai akad yang terjalin antara pemesan sebagai pihak 1 dengan seorang produsen suatu barang atau yang serupa sebagai pihak ke-2, agar pihak ke-2 membuatkan suatu barang sesuai yang diinginkan oleh pihak 1 dengan harga yang disepakati antara keduanya.
RUKUN DAN SYARAT AKAD ISTISHNA’
Berikut ini adalah rukun dan syarat-syarat akad istishna’ :
1.      Transaktor
Transaktor adalah pihak pemesan yang diistilahkan dengan mustashni' (المستصنع) sebagai pihak pertama. Pihak yang kedua adalah pihak yang dimintakan kepadanya pengadaaan atau pembuatan barang yang dipesan, yang diistilahkan dengan sebutan shani' (الصانع).
Kedua transaktor disyaratkan memiliki kompetensi berupa akil baligh dan memiliki kemampuan untuk memilih yang optimal seperti tidak gila, tidak sedang dipaksa dan lain-lain yang sejenis. Adapun dengan transaksi dengan anak kecil, dapat dilakukan dengan izin dan pantauan dari walinya. Terkait dengan penjual, DSN mengharuskan penjual agar penjual menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati. Penjual dibolehkan menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang telah disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan dan ia tidak boleh menunutut tambahan harga.
Dalam hal pesanan sudah sesuai dengan kesepakatan, hukumnya wajib bagi pembeli untuk menerima barang istishna’ dan melaksanakan semua ketentuan dalam kesepakatan istishna’. Akan tetapi, sekiranya ada barang yang dilunasi terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad.
2.      Objek Istishna’
Barang yang diakadkan atau disebut dengan al-mahal (المحل) adalah rukun yang kedua dalam akad ini. Sehingga yang menjadi objek dari akad ini semata-mata adalah benda atau barang-barang yang harus diadakan. Demikian menurut umumnya pendapat kalangan mazhab Al-Hanafi.[5][10]
Namun menurut sebagian kalangan mazhab Hanafi, akadnya bukan atas suatu barang, namun akadnya adalah akad yang mewajibkan pihak kedua untuk mengerjakan sesuatu sesuai pesanan. Menurut yang kedua ini, yang disepakati adalah jasa bukan barang.[6][11]
                        Syarat-syarat objek akad menurut Fatwa DSN MUI, yaitu :
a.       Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
b.      Penyerahannya dilakukan kemudian.
c.       Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan
d.      Pembeli (mustashni’) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
e.       Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan
f.       Memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati
g.      Barang yang diserahkan harus sesuai dengan spesifikasi pemesan, bukan barang missal.
3.      Shighah (ijab qabul)
Ijab qabul adalah akadnya itu sendiri. Ijab adalah lafadz dari pihak pemesan yang meminta kepada seseorang untuk membuatkan sesuatu untuknya dengan imbalan tertentu. Dan qabul adalah jawaban dari pihak yang dipesan untuk menyatakan persetujuannya atas kewajiban dan haknya itu.
Pelafalan perjanjian dapat dilakukan dengan lisan, isyarat (bagi yang tidak bisa bicara), tindakan maupun tulisan, bergantung pada praktik yang lazim di masyarakat dan menunjukan keridhaan satu pihak untuk menjual barang istishna’ dan pihak lain untuk membeli barang istishna’. Istishna tidak dapat dibatalkan, kecuali memenuhi kondisi[7][12] :
a.       Kedua belah pihak setuju untuk membatalkannya
b.      Akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.
  Berakhirnya akad istishna
Kontrak istishna bias berakhir berdasarkan kondisi kondisi berikut:
1.      Dipenuhinya kewajiban secara normal oleh kedua belah piahk,
2.      Persetujuan bersama kedua belah pihak untuk menghentikan kotrak
3.      Pembatalan hokum kontrak ini jika muncul sebab yang masuk akal untuk mencegah dilaksanakannya kontrak atau penyelesaiannya, dan masing masing pihak bisa menuntut pembatalannya.


B.     DASAR HUKUM ISTISHNA’
Akad istishna' adalah akad yang halal dan didasarkan secara sayr'i di atas petunjuk Al-Quran, As-Sunnah dan Al-Ijma' di kalangan muslimin.
 Al-Quran
      وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبا
Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. (Qs. Al Baqarah: 275)
Berdasarkan ayat ini dan lainnya para ulama' menyatakan bahwa hukum asal setiap perniagaan adalah halal, kecuali yang nyata-nyata diharamkan dalam dalil yang kuat dan shahih.
 As-Sunnah
      عَنْأَنَسٍ رضي الله عنه أَنَّ نَبِىَّ اللَّهِ ص كَانَأَرَادَ أَنْ يَكْتُبَ إِلَى الْعَجَمِ فَقِيلَ لَهُ إِنَّ الْعَجَمَ لاَيَقْبَلُونَ إِلاَّ كِتَابًا عَلَيْهِ خَاتِمٌ. فَاصْطَنَعَ خَاتَمًا مِنْفِضَّةٍ.قَالَ:كَأَنِّى أَنْظُرُ إِلَى بَيَاضِهِ فِى يَدِهِ. رواه مسلم
Dari Anas RA bahwa Nabi SAW hendak menuliskan surat kepada raja non-Arab, lalu dikabarkan kepada beliau bahwa raja-raja non-Arab tidak sudi menerima surat yang tidak distempel. Maka beliau pun memesan agar ia dibuatkan cincin stempel dari bahan perak. Anas menisahkan: Seakan-akan sekarang ini aku dapat menyaksikan kemilau putih di tangan beliau." (HR. Muslim)
Perbuatan nabi ini menjadi bukti nyata bahwa akad istishna' adalah akad yang dibolehkan. [8][5]
 Al-Ijma'
Sebagian ulama menyatakan bahwa pada dasarnya umat Islam secara de-facto telah bersepakat merajut konsensus (ijma') bahwa akad istishna' adalah akad yang dibenarkan dan telah dijalankan sejak dahulu kala tanpa ada seorang sahabat atau ulamakpun yang mengingkarinya. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk melarangnya. [9][6]

 Kaidah Fiqhiyah
Para ulama di sepanjang masa dan di setiap mazhab fiqih yang ada di tengah umat Islam telah menggariskan kaedah dalam segala hal selain ibadah:
      الأصل في الأشياء الإباحة حتى يدل الدليل على التحريم
Hukum asal dalam segala hal adalah boleh, hingga ada dalil yang menunjukkan akan keharamannya.
 Logika
Orang membutuhkan barang yang spesial dan sesuai dengan bentuk dan kriteria yang dia inginkan. Dan barang dengan ketentuan demikian itu tidak di dapatkan di pasar, sehingga ia merasa perlu untuk memesannya dari para produsen.
Bila akad pemesanan semacam ini tidak dibolehkan, maka masyarakat akan mengalamai banyak kesusahan. Dan sudah barang tentu kesusahan semacam ini sepantasnya disingkap dan dicegah agar tidak mengganggu kelangsungan hidup masyarakat.[10][7]
 HAKEKAT AKAD ISTISHNA’
Ulama mazhab Hanafi berbeda pendapat tentang hakekat akad istishna' ini. Sebagian menganggapnya sebagai akad jual-beli barang yang disertai dengan syarat pengolahan barang yang dibeli, atau gabungan dari akad salam dan jual-beli jasa (ijarah). [11][8] Sebagian lainnya menganggap sebagai 2 akad, yaitu akad ijarah dan akad jual beli. Pada awal akad istishna', akadnya adalah akad ijarah (jualjasa). Setealh barang jadi dan pihak kedua selesai dari pekerjaan memproduksi barang yang di pesan, akadnya berubah menjadi akad jual beli.[12][9]
Nampaknya pendapat pertama lebih selaras dengan fakta akad istishna'. Karena pihak 1 yaitu pemesan dan pihak 2 yaitu produsen hanya melakukan sekali akad. Dan pada akad itu, pemesan menyatakan kesiapannya membeli barang-barang yang dimiliki oleh produsen, dengan syarat ia mengolahnya terlebih dahulu menjadi barang olahan yang diingikan oleh pemesan.





C.    HAK dan KEWAJIBAN PIHAK ISTISHNA’
1.      Pihak pertama dalam hal ini PENJUAL wajib dan dengan ini menyetujui untuk memberikan ganti rugi kepada pihak kedua dalam hal ini PEMBELI atas segala kerugian apabila terdapat cacat pada barang pesanan sebagai kelalaian pihak pertama.
2.      Pihak kedua dalam hal ini PEMBELI wajib dan menyetujui untuk melakukan pembayaran cicilan kepada pihak pertama dalam hal ini PENJUAL untuk membayar cicilan tepat waktu dan besaran cicilan, misalnya sebesar Rp. 2.500.000/minggu selama dua bulan.
3.      Pihak Pembeli mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari penjual atas:
1.    Jumlah yang telah di bayarkan dan
2.   Penyerahan barang pesanan sesuai dengan spesifikasi dan tepatwaktu.
D.    Dialog BERISTISHNA’
Dialog beristishna’ sama halnya seperti akad istishna’, akad istishna adalah akad jual beli dimana seorang pembeli memesan suatu barang kepada prosuden yang juga bertindak sebagai penjual, dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang di sepakati, dan harga barang tidak dapat berubah selama jangka waktu akad dengan cara pembayarannya dapet berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau dapat ditangguhkan dalam jangka waktu tertentu.
Begitu akad disepakati, maka akan mengikat para pihak yang bersepakat dan pada dasarnya tidak dapat dibatalkan, kecuali memenuhi kondisi:
1.      Kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya, atau
2.      Akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.









E.  ISI KONTRAK ISTISHNA’
     
CONTOH SURAT PERJANJIAN
SEWA – MENYEWA RUMAH TOKO (RUKO)
Yang bertanda tangan di bawah ini:
1. Nama : Cristiano Ronaldo
Umur : 23 th
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jalan Ahmad Yani Barat
Nomer KTP / SIM : 3504016207930009
Telepon : 082 345 678 001
Dalam hal ini bertindak atas nama diri pribadi yang selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA
2. Nama : Cinta Laura
Umur : 21 th
Pekerjaan : Penyanyi
Alamat : Jalan Panglima Sudirman
Nomer KTP / SIM : 3754016207930049
 Telepon : 087 745 678 021
Dalam hal ini bertindak atas nama diri pribadi yang selanjutnya disebut +
PIHAK PERTAMA telah setuju untuk menyewakan kepada PIHAK KEDUA tanah berikut bangunan berupa rumah toko (ruko) berlantai [( 2 ) ( dua )] yang berdiri di atasnya yang terletak di ( Jalan Kh.Wakhid Hasyim ) dengan luas tanah [( 600 ) ( enam ratus)] meter persegi dengan sertifikat hak milik Nomer ( 2.341.678.0045 ), gambar situasi Nomer ( 456.987 ) tanggal ( 22 oktober 2013 ).
Selanjutnya kedua belah pihak telah bersepakat untuk mengadakan perjanjian yang tertulis dalam 15 (lima belas) pasal, sebagai berikut:
Pasal Satu
Perjanjian antar kedua belah pihak ini berlaku sah untuk jangka waktu [( ------ ) ( --- jumlah dalam huruf --- )] tahun, terhitung sejak tanggal ------ tanggal, bulan, dan tahun ------ ) sampai dengan ( ------ tanggal, bulan, dan tahun ------ ) dimana PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA sepakat untuk menentukan harga kontrak atas ruko berikut tanah pekarangannya tersebut di atas dengan nilai harga [(Rp. ------------,00) (------ jumlah uang dalam huruf ------ )] untuk jangka waktu [( ------ ) ( --- jumlah dalam huruf --- )] tahun.
Pasal Dua
PIHAK KEDUA telah memberikan uang muka atau DP (Down Payment) sebagai tanda jadi sewa sebesar [(------ ) % ( --- jumlah dalam huruf ---)] persen atau sejumlah [(Rp. ------------,00) (------ jumlah uang dalam huruf ------ )] pada hari ( ------------ ) tanggal ( --- tanggal, bulan, dan tahun --- ) dan sisa pembayaran sejumlah [(Rp. ------------,00) (------ jumlah uang dalam huruf ------ )] akan dibayarkan pada waktu penandatanganan Surat Perjanjian ini.
Pasal Tiga
1. PIHAK PERTAMA selaku pemilik sah bangunan ruko berikut pekarangannya di ( --- alamat lengkap ruko --- ) menjamin bahwa tanah dan bangunan ruko berikut semua fasilitas yang terdapat di dalamnya adalah hak milik sahnya dan bebas dari semua tuntutan hukum dan persoalan-persoalan yang dapat mengganggu PIHAK KEDUA atas pemakaiannya dalam jangka waktu berlakunya surat perjanjian ini.
2. Semua kerugian yang timbul akibat kelalaian PIHAK PERTAMA dalam memenuhi kewajibannya tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab PIHAK PERTAMA.

Pasal Empat
Sebelum jangka waktu kontrak seperti yang tertulis pada pasal satu Surat Perjanjian ini berakhir, PIHAK PERTAMA tidak dibenarkan meminta PIHAK KEDUA untuk mengakhiri jangka waktu kontrak dan menyerahkan kembali rumah tersebut kepada PIHAK PERTAMA kecuali telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Pasal Lima
Selama jangka waktu berlakunya Surat Perjanjian ini, PIHAK KEDUA sama sekali tidak dibenarkan untuk mengalihkan hak atau mengontrakkan kembali kepada PIHAK KETIGA dengan dalih atau alasan apa pun juga tanpa ijin dan persetujuan tertulis dari PIHAK PERTAMA.
Pasal Enam
1. PIHAK PERTAMA bertanggung jawab seluruhnya akibat dari kerusakan maupun kerugian yang disebabkan oleh kesalahan struktur dari bangunan ruko tersebut.

Yang dimaksudkan dengan struktur adalah sistim konstruksi bangunan yang menunjang berdirinya bangunan, seperti: pondasi, balok, kolom, lantai, dan dinding.
2. PIHAK KEDUA tidak diperbolehkan mengubah struktur dan instalasi dari unit ruko tersebut tanpa ijin dan persetujuan dari PIHAK PERTAMA.
3. PIHAK KEDUA bertanggung jawab atas kerusakan struktur sebagai akibat pemakaian.
4. PIHAK KEDUA tidak bertanggung jawab atau dibebaskan dari segala ganti rugi atau tuntutan dari PIHAK PERTAMA yang terjadi akibat kerusakan pada bangunan ruko yang diakibatkan oleh force majeure.

Yang dimaksud dengan Force majeure adalah hal-hal yang disebabkan oleh faktor extern yang tidak dapat diatasi maupun dihindari, seperti: banjir, gempa bumi, tanah longsor, petir, angin topan, kebakaran, huru-hara, kerusuhan, pemberontakan, dan perang.
Pasal Tujuh
Dalam perjanjian sewa-menyewa ini sudah termasuk hak bagi PIHAK KEDUA untuk menggunakan semua fasilitas yang telah terpasang sebelumnya pada bangunan ruko yang disewa.
Fasilitas-fasilitas tersebut adalah:
1. Listrik,
2. Saluran nomor telepon,
3. Saluran air dari PDAM.

Selama jangka waktu kontrak berlangsung, PIHAK KEDUA berkewajiban untuk membayar semua tagihan-tagihan atau rekening-rekening serta biaya-biaya lainnya atas penggunaan semua fasilitas tersebut. Segala kerugian yang timbul akibat kelalaian
PIHAK KEDUA dalam memenuhi kewajibannya sepenuhnya menjadi tanggung jawab PIHAK KEDUA.
Pasal Delapan
PIHAK KEDUA bertanggung jawab atas berlakunya peraturan-peraturan Pemerintah yang menyangkut perihal pelaksanaan perjanjian ini, misalnya: Pajak-pajak, Iuran Retribusi Daerah (IREDA), dan lain-lainnya.
Pasal Sembilan
PIHAK KEDUA berkewajiban untuk menjaga keamanan, ketertiban dan ketenteraman lingkungan.
Pasal Sepuluh
Setelah berakhir jangka waktu kontrak sesuai dengan pasal satu Surat Perjanjian ini, PIHAK KEDUA diharuskan segera mengosongkan rumah dan menyerahkannya kembali kepada PIHAK PERTAMA serta telah memenuhi kewajibannya sesuai dengan pasal tujuh dan delapan dari Surat Perjanjian ini.
Pasal Sebelas
Apabila PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA bermaksud melanjutkan perjanjian kontrak, maka masing-masing pihak harus memberitahukan terlebih dahulu minimal [( ------ ) ( --- jumlah dalam huruf --- )] bulan sebelum jangka waktu kontrak berakhir.
Pasal Dua Belas
PIHAK KEDUA mendapat prioritas pertama dari PIHAK PERTAMA untuk memperpanjang masa penyewaan berikutnya sebelum PIHAK PERTAMA menawarkan kepada calon-calon penyewa lainnya.
Pasal Tiga Belas
PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA bersepakat untuk menempuh jalan musyawarah dan mufakat untuk menyelesaikan hal-hal atau perselisihan yang mungkin timbul sehubungan dengan Surat Perjanjian ini. Apabila jalan musyawarah dianggap tidak berhasil untuk mendapatkan penyelesaian yang melegakan kedua belah
pihak, kedua belah pihak bersepakat untuk menempuh upaya hukum dengan memilih domisili pada ( ------ Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri ------ ).
Pasal Empat Belas
Surat Perjanjian ini dibuat oleh kedua belah pihak dengan dasar akal sehat dan pikiran sehat tanpa adanya paksaan maupun tekanan dari pihak-pihak manapun.
Pasal Lima Belas
Surat Perjanjian ini ditandatangani di ( --- tempat --- ) pada hari ( --------------- ) ( --- tanggal, bulan, dan tahun ---- ) dan berlaku mulai tanggal tersebut sampai dengan tanggal ( --- tanggal, bulan, dan tahun ---- ).
( --- tempat, tanggal, bulan, dan tahun ---)
PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA
[ ------------------------- ] [ ------------------------ ]
SAKSI-SAKSI:
[ --------------------------- ] [ --------------------------- ]


DAFTAR PUSTAKA

·         Yaya, Rizal dan Ahim Abrurahman. 2009. Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer. Jakarta: Salemba Empat.
·         Sarwat, Ahmad. 2009. Seri Fiqh Islam Kitab Muamalat. Kampus Syariah



[1][1]Lihat Lisanul Arab pada madah (صنع)
[2][2]Badai'i As shanaai'i oleh Al Kasaani jilid 5 halaman 2
[3][3]Kasysyaf Al-Qinna' jilid 3 halaman 132
[4][4]Raudhatuthalibin oleh An-Nawawi jilid 4 halaman 26 dan Al-Muhadzdzab jilid 1 halaman 297
[5][10]Al-Mabsuth jilid 12 halaman 159
[6][11]Fathul Qadir jilid 5 halaman 355
[7][12]PSAK 104 paragraf 12
[8][5]Fathul Qadir oleh Ibnul Humaam 7/115)
[9][6]Al Mabsuth oleh As Sarakhsi  jilid 12 halaman 138; Fathul Qadir oleh Ibnul Humaam jilid 7 halaman 115
[10][7]Badai'i As-Shanaai'i oleh Al Kasaani jilid 5 halaman 3
[11][8]Al Mabsuth oleh AsSyarakhsi  jilid 12 halaman 139 dan Badai'i As-Shanaai'i oleh Al Kasaani jilid 5 halaman3
[12][9]Fathul Qadir Ibnul Humam jilid 7 halaman 116